Pernahkan anda mendengar kabar dan prediksi bahwa Jakarta akan tenggelam di tahun 2030? Mungkin kita sering abai dalam kabar burung seperti ini. Namun, ini bukanlah prediksi sembarangan. hal ini bisa saja terjadi dikarenakan banyak faktor.
Kabar ini muncul karena adanya prediksi dari para ahli itu sendiri. Mengapa? Karena para ahli menemukan adanya penurunan drastis permukaan tanah dataran Jakarta. Salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan muka tanah adalah pengambilan air tanah secara berlebihan untuk keperluan penduduk dan industri.
Jakarta mengandalkan air tanah sebagai sumber utama air bersih. Ketika air tanah diambil lebih cepat daripada proses alamiah pengisian kembali (recharge), itu menyebabkan penurunan level air di dalam tanah.
Penurunan Permukaan Tanah di Jakarta Mencapai 6 cm Per Tahun.
Di daerah Pademangan, Jakarta Utara, didapatkan data yang dikumpulkan oleh BKAT mengungkapkan bahwa antara tahun 1990 hingga 2021, telah terjadi penurunan tanah sebesar 43 cm.
Jika dihitung rata-rata, penurunan ini setara dengan sekitar 1,38 cm per tahun. Namun, perkembangan terbaru menunjukkan sesuatu yang menarik. Pada pertengahan tahun 2021 hingga saat ini, belum terjadi penurunan tanah yang signifikan di wilayah Pademangan, Jakarta Utara.
Penurunan muka tanah yang signifikan memiliki dampak serius. Hal ini mampu merusak infrastruktur, mengganggu poldering (praktik memompa air dari daerah yang lebih rendah ke daerah yang lebih tinggi untuk menghindari banjir), dan yang paling mengkhawatirkan, meningkatkan risiko banjir. Jakarta memiliki sebagian besar wilayah yang berada di bawah permukaan laut, dan penurunan leluasa ini membuat kota semakin rentan terhadap banjir, terutama saat datangnya air laut.
Mengatasi ancaman ini tidaklah mudah, tetapi langkah-langkah mitigasi yang serius diperlukan.
BKAT terus berupaya mengembangkan teknologi pemantauan yang lebih canggih. Balai Konservasi Air Tanah (BKAT) adalah sebuah Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang beroperasi di bawah naungan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Didirikan berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 24 tahun 2013, BKAT memiliki tanggung jawab yang sangat penting dalam menjaga kondisi air tanah di Cekungan Air Tanah Jakarta dan merespons dampak pengambilan air tanah secara berlebihan.
Salah satu solusi yang diusulkan adalah berkolaborasi dengan Oseanland Survei Indonesia untuk mengembangkan teknologi pemantauan sumur pantau dengan sensor tanpa kabel, yang dikenal sebagai "non-contacting water level." Teknologi ini menggunakan gelombang ultrasonik untuk merekam perubahan muka air tanah dengan tingkat akurasi yang tinggi.
dBi Modbus (dBi-M) Pulsar Measurement dari Oseanland Membantu Proyek Bersama BKAT dalam Upaya Mitigasi.
Produk yang dipercayakan oleh BKAT dan Tim Oseanland pada proyek ini adalah dBi Modbus (dBi-M) Pulsar Measurement. Alat ini memiliki fungsi utama dalam pengukuran yang akurat dan dapat diandalkan dalam beragam aplikasi yang penuh tantangan. Produk ini menawarkan kemampuan pengukuran dalam rentang 125 mm hingga 15 m, memungkinkan pengguna untuk mentransmisikan data kalibrasi dan pengukuran secara digital antara sensor dan perangkat seperti PLC, SCADA, atau perekam data. Selain itu, desain IP68-nya memungkinkan penggunaan produk ini bahkan dalam kondisi terendam sepenuhnya, ideal untuk aplikasi di mana banjir atau surcharge mungkin terjadi.
Kolaborasi ini adalah langkah yang positif dalam upaya mengatasi penurunan muka tanah di Jakarta. Dengan teknologi pemantauan yang lebih canggih, diharapkan kita dapat lebih efektif dalam mengukur dan merespons perubahan muka air tanah.
Dibutuhkan Dukungan dari Semua Pihak.
Upaya mitigasi teknis saja tidak cukup. Dukungan dan tindakan tegas dari pemerintah juga sangat diperlukan, seperti mengurangi eksploitasi air tanah dan menggantinya dengan sumber air permukaan yang lebih berkelanjutan. Peraturan yang kuat dan kepatuhan terhadapnya penting dalam memastikan penggunaan sumber daya air yang berkelanjutan.
Kerja sama antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, ilmuwan, dan masyarakat, Jakarta mungkin bisa menghadapi tantangan ini dan menjaga masa depan kota ini dari ancaman serius. Penanganan penurunan muka tanah dan mitigasi risiko banjir harus menjadi prioritas utama, bukan hanya bagi Jakarta, tetapi juga untuk kota-kota lain yang menghadapi ancaman serupa di seluruh dunia.
Jangan ragu untuk menjadikan Oseanland sebagai mitra dalam proyek mitigasi yang kritis untuk melindungi masa depan Jakarta dan kota-kota di seluruh dunia yang menghadapi ancaman serupa. Bersama-sama, kita dapat merespons dan mengatasi ancaman ini dengan harapan untuk masa depan yang lebih baik.